Naskah Drama “Maling”
NASKAH DRAMA
“MALING”
Pemain (Tokoh)
- Pak Cokro
- Bu Cokro
- Bu Marni
- Hany
- Sekar
- Polisi
- Tukang Roti
- Dulu keluarga Pak Cokro dan keluarga Bu Marni sangat harmonis. Mereka saling membantu dan member. Suatu ketika Pak Cokro sedang duduk santai bersama istrinya.
Bu Cokro : “Kasihan. Bu Marni sudah janda, sedangkan empat anaknya
masih kecil-kecil”
Pak Cokro : “Betul bu. Kita harus saling membantu sesame tetangga”
Untuk membalas kebaikan keluarga Pak Cokro, Bu marni bermaksud untuk membantu pekerjaan rumah keluarga tersebut tanpa meminta imbalan sedikitpun. Ketika Bu Marni sedang berbincang-bincang dengan Bu Cokro didekat halaman rumahnya.
Bu Marni : “Bu Cokro, terimakasih atas semua kebaikan keluarga Ibu dan
Pak Cokro kepada keluarga saya”
Bu Cokro : “Sama-sama bu,” (tersenyum ramah).
“Kita harus saling tolong-menolong bukan?”
Bu Marni : “Betul bu, tapi untuk membalas kebaikan keluarga Ibu. Izinkan
izinkan saya bekerja dirumah Ibu, tidak digajipun tidak apa-apa
Bu,”
Bu Cokro : “Tapi, bu Marni kan butuh uang untuk biaya sekolah Sekar dan
anak ibu lainnya serta biaya kehidupan sehari-hari keluarga Ibu
sendiri. Ada baiknya Ibu bekerja dirumah keluarga kami namun
tetap di gaji. Bagaimana?”
Bu Marni : (terharu atas kebaikan Ibu Cokro).
“Terimakasih banyak Bu. Keluarga Ibu sudah terlalu banyak membantu keluarga saya”
Bu Cokro : “Iya bu. Tidak usah sungkan-sungkan pada keluarga kami”
- Hubungan kedua keluarga tersebut menjadi menjauh, semenjak keluarga Pak Cokro berubah menjadi OKB (Orang Kaya Baru). Bu Marni jarang berkunjung atau melihat halaman rumahnya saja tidak bias karena rumah Pak Cokro yang terturtup dengan pagar depan yang menjulang tinggi dan ditutup dengan fiberglas warna biru tua. Serta memiliki dua pembantu dan supir.
Bu Marni : “Memang bener yah, orang yang mendadak kaya menjadi
sombong dan angkuh.”
Sekar : “Maksud Ibu itu, pak Cokro dan keluarganya?”
Bu Marni : “Iya jelas, memangnya siapa lagi orang kaya di daerah sini kalo
bukan meraka.”
Sekar : “Sudahlah bu, kita tidak boleh berburuk sangka kepada orang
lain, itu kan gak baik bu.”
Bu Marni : “Iya-iya. Ibu tahu Sekar.”
Sekar : “Bu. Sekar berangkat dulu yah. Assalamu’alaikum”
Bu marni : “Wa’alaikum sallam”
- Sore itu, kuping Bu Marni memanas ketika mendengar bahwa motor bebek Hany (anak Pak Cokro) hilang. Pak Cokro yang baru pulang dari kantor, berteriakteriak. Sehingga teriakan Pak Cokro terdengar oleh Bu Marni yang sedang manyapu halaman depan rumahnya.
Pak Cokro : “Makanya, Hany. Kamu itu jangan sembrono! Nyimpen motor
diluar pintu pagar rumah, ya pasti dicolong maling! Sekarang
memang banyak maling disekitar rumah kita ini. Jangankan
motor. Sandal, sepatu, sapu. Paying, bahkan pot bunga aja kalau
disimpan diluar pintu pagar, pasti hilang! Ngerti kamu?”
Hany : “Ngerti pak” (melirih)
Pak Cokro : “Makanya, kamu harus hati-hati! Kamu harus tahu , apa
pekerjaan orang depan rumah kita itu?”
Hany : “Bapak kenapa bias ngomong begitu?”
Pak Cokro : “Kamu harus tahu! Banyak orang iri pada kita sehingga orang
yang tadinya baik, bias menjadi maling.!”
Hany : “Hush, bapak jangan bilang begitu. Nanti kedengeran sama
tetangga!”
Bu marni membanting sapunya, karena merasa tersinggung dengan perkataan Pak Cokro yang sebenarnya ditunjukan kepadanya. Dengan perasaan marah yang menggebu dan derap langkah yang tergesa-gesa datang menghampiri rumah Pak Cokro.
Bu Marni : “Assalamu’alaikum!”
Pak Cokro : (dengan terpaksa membuka kembali pagar yang tadi ditutupnya.
“Ada apa bu?”
Bu Marni : “Pak Cokro menuduh saya mencuri motor bebek Hany?!”
(suara yang menghentak)
Pak Cokro : “Ah, siapa yang bilang?” (berlagak bego)
Bu Marni : “Saya dengar waktu Pak Cokro berteriak-teriak memarahi Hany”
Pak Cokro : “Ah, itu perasaan Bu Marni saja”
(berubah santai dan ramah)
“Percaya Bu, saya nggak nuduh siapa-siapa. Saya hanya
memaharahi Hany agar tidak teledor. Gang depan rumah kita ini
kan jalan hidup. Banyak orang lalu lalang. Jadi, mana bisa saya
menuduh orang sembarangan?”
Bu Marni : “Ya sudah!”
(melengos pergi tanpa permisi)
Pak Cokro : “Huh, dasar miskin. Ada orang ngomong sedikit keras aja
Tersinggung.” (menutup pintu rumahnya).
- Pak Cokro sedang duduk melamun. Bu Marni berpikir Pak Cokro kelelahan karena seharian bekerja. Tetapi belakangan Bu Marni mulai curiga ketika ramainya berita yang disiarkan di TV bahwa Departemen tempat Pak Cokro bekerja telah terbongkar mega korupsi. Bu Marni berbincang-bincang dengan seorang tukang roti didepan rumahnya.
Bu Marni : “Laris Pak jualannya”
Tukang Roti : “Ya, Alhamdulillah bu. Lumayan bisa untuk makan anak istri
di rumah.”
Bu Marni : “Ya syukurlah. Sekarang ini orang yang kaya mendadak pasti
memiliki rahasia tertentu.”
Tukang Roti : “Jelas dong bu. Mana ada orang yang bekeja sehari bisa
langsung kaya. Pasti ada apa-apanya. Apalagi sekarang
Ini banyak berita-berita mengenai korupsi”
Bu Marni : “Betul sekali pak. Di tempat bekerja Pak Cokro saja sudah
terbongkar kasus korupsi. Saya curiga kalo Pak Cokro itu
terlibat didalamnya.”
Tukang Roti : “Bu Marni jangan ngomong begitu. Nanti jadi fitnah kan bisa
berabeh. Tapi saya juga merasa begitu bu.”
Bu Marni : “Tuh kan, sama aja pak.”
Tukang Roti : “Saya mau jualan lagi saja bu. Permisi”
Bu Marni : “Iya pak”
Terlihat motor baru Hany datang kearahnya. Ternyata Sekar beboncengan bersama Hany. Karena kebetulan mereka satu sekolahan. Bu Marni tersenyum memandang kedua gadis tersebut, meskipun masih ada rasa sakit hati kepada Pak Cokro kala itu.
Hany & Sekar : “Assalamu’alaikum, bu”
Bu Marni : “Wa’alaikumsallam, baru pulang nak?”
Hany : “Iya Bu, tadi ada pengumuman mendadak disekolah.”
Bu Marni : “Oh, tidak apa-apa kok. Mari main nak Hany ke rumah Ibu?”
(tersenyum ramah).
Hany : “Makasih bu. Hany pamit pulang dulu karena sudah sore. Kapan-
kapan pasti Hany main ke rumah Ibu.”
Bu Marni : “Janji yah..?” (dengan gurauan)
Hany : “Pasti bu, permisi Bu Marni, Sekar”
Sekar : “Makasih yah”
- Sore itu, dugaan Bu Marni terhadap Pak Cokro benar. Karena sore itu rumah Pak Cokro ramai kedatangan polisi dan tetangga yang mengerumuni di sebelah rumah megah tersebut. Bu Marni dengan memberanikan diri bertanya kepada salah seorang polisi yang berada tak jauh disampingnya.
Bu Marni : “Maaf pak menggangu. Sebenarnya apa yang terjadi yah?”
Polisi : “Ini bu, Pak Cokro telah terlibat dalam kasus korupsi dan
harus di bawa kekantor untuk di mintai keterangan.”
Bu Marni : “Memangnya seberapa besar Pak Cokro mengkorupsi, pak?”
Polisi : “Untuk informasi yang kami dapat saat ini, sekitar 1 Milyar.”
Bu Marni : “Wah, banyak banget pak,”
(Kaget akan jawaban dari Pak Polisi)
Bu Marni berkata dengan suara keras menyambut Sekar yang baru pulang dari mengaji di rumah Ustadzah Yoyyoh. Bu Marni terlihat senang meskipun Ia masih berada di antara kerumunan orang depan rumah Pak Cokro.
Bu Marni : “Kesini nak.” (melambikan tangan )
Sekar : “Ada apa Bu? Kelihatannya Ibu senang sekali.”
Bu Marni : “Lihat ituh.” (menunjuk ke rumah Pak Cokro)
“Makanya Sekar, kamu belajar ngaji yang baik. Biar moralmu
baik. Agar kalau besok-besok kamu jadi pejabat, kaamu nggak
jadi maling!”
Sekar : “Ah, kalau pejabat bukan maling, Bu. Tapi koruptor!”
Bu Marni : “Ah, itu hanya istilah!” (teriak Bu Marni)
“Tapi hakikatnya sama aja maling! Banyak duit dari hasil
maling aja sombong!”
Bu Marni dan Sekar bepelukan, karena Pak Cokro mendengar perbincangan Bu Marni dan Sekar saat Pak Cokro melewati didepannya sambil dikawal oleh polisi dan dimasukkan kedalam mobil polisi. Sebenarnya tak tega melihat keluarga Pak Cokro yang sedih memandang keepergiaannya. Namun apa boleh buat, karena itu adalah akibat dari ulah Pak Cokro sendiri, dan keluarga Pak Cokro bersabar menerima keadaannya.
- Hari masih pagi. Dan matahari belum sepenuhnya muncul. Pohon jambu air, daunnya rimbundan berbuah lebat di depan halaman Bu Marni tampak segar. Begitu pula dengan pemiliknya. Bu Marni sibuk menyapu halaman, seketika mengentikan aktivitasnya karena terdengar suara member salam.
Bu Cokro : “Assalamu’alaikum”
Bu Marni : “Wa’alaikumsallam. Eh, Bu Cokro.”
(meletakkan sapu lissi dan bergegas membuka pintu pagar)
“Mari masuk bu,”
Bu Cokro : “Maaf, menggangu” (tersenyum sedikit rikuh)
Bu Marni : “Oh, nggak nggak”
(melangkah duduk teras berdampingan dengan Bu Cokro)
“Ada apa Bu?”
Bu Cokro : “Kalau bersedia, saya minta Bu Marni membantu-bantu lagi
Di rumaah saya,” (langsung to the point)
Bu Marni : “Lho, memang pembantu rumahnya kemana Bu?”
Bu Cokro : “Sebelum di gelendang ke hotel prodeo, Pak Cokro meeminta
dua pembantu rumah kami supaya dipulangkan ke desa. Sebagai
gantinya memohon Bu Marni untuk kembali membantu-bantu
di rumah kami.”
Bu Marni : “Ooo” (manggut-manggut)
Bu Cokro : “Bu Marni mau kan ?”
Bu Marni : (berpikir kembali atas sikap kasar pak Cokro. Namun sadar
akan posisinya.)
“Ya, ya, saya mau Bu” (sumringah, bungah)
Bu Cokro : “Makasih banyak ya bu. Saya minta maaf atas perlakuan suami
Maupun keluarga saya yang tidak berkenan dihati bu Marni.”
Bu Marni : “Iya bu. Tidak apa-apa. Tapi, maaf Bu. Kalau boleh saya tahu,
Hotel predeo itu apa?”
Bu Cokro : “Penjara”. (ragu)
“Tapi suami saya nggak bakal lama mendekam di sana. Paling
lama satu tahun . Itu karena kesalahan Pak Cokro tidak
terlalu besar.”
Bu Marni : “Ooo” (manggut-manggut lagi)
Bu Cokro : “Yah, nggak apa-apalah dipenjara. Itung-itung istirahat dari
Rutinitas kerja. Karena walau dipenjara, saya sudah lihat,
Tempatnya enak, seperti di hotel. Ada AC, kulkas, juga TV.”
Bu Marni : “Ooo.”
(lagi-lagi Bu Marni bisa manggut-manggut mengerti)
TAMAT